Selasa, 05 Februari 2013

#catatan menuju kematian

-->
Tiba-tiba aku mengingat tentang kematian. Kematian yang pasti akan terjadi pada setiap makhluk. Kematian yang jelas telah Allah sebutkan berulang-ulang dalam Al Qur’an.

” Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
QS. Al-Imran (3), Ayat 185





“ Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami lah kamu akan dikembalikan. ” QS. Al-Anbiya` (21), Ayat 35




Itu adalah 2 cuplikan ayat di Al Qur’an yang menjelaskan tentang kematian. Dua ayat yang diawali dengan kalimat yang redaksinya hampir sama. “tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. Apakah manusia berjiwa? Apakah kita berjiwa? Apakah aku berjiwa? Lalu….apakah kita akan mati? Apakah manusia akan mati?

Teringat teman dekatku dulu ketika SD. Namanya Umi martina, aku jelas benar mengingat bagaimana perawakannya. Sudahlah tidak usah aku sebutkan, aku sedih mengingatnya. Aku hanya berpikir, dia meninggal ketika usianya 11 tahun menginjak 12 tahun. Usia yang belum baligh. Tentu saja dia masih suci, belum ternoda dan belum juga bertumpuk dosa seperti aku. Sungguh..aku yakin dia di surga kini menanti Ayah-Bundanya untuk berkumpul di sana? Itu cerita tentangnya, anak yang masih suci.

Bagaimana dengan aku kalau mati saat ini? Apa yang bisa aku banggakan? Bagaimana denganmu? Apakah kau sudah merasa “pantas” untuk bertemu Robbmu? Apakah Allah sudah pasti akan memanggil kita dari jauh dan menatap kita dengan senyum? Apakah kita akan masuk ke dalam lingkaran surga bersama kekasih Allah? Apakah kita…………..? apakah kitaaaaaaaaaa? Apakah akuu…………….?


Ya Robbi…bertubi-tubi pertanyaan melintas di pikiranku tentang akhir hidupku. Terkadang aku merasa agar dosaku tak semakin bertumpuk, ingin rasanya saat taubat seperti ini, sesegera mungkin aku bertemu denganMu. Namun…ada kalanya hamba masih ingin di sini. Menyemai pahala sebanyak-banyaknya, menghapus dosa hamba yang hitungannya sudah tak terukur. Ya Robbi….pantaskah airmata hamba menjadi penebus dosa selama hidup bertahun-tahun dengan dosa?

Masih ingatkah aib dan dosa-dosa yang kita lakukan, sobat? Masih ingatkah? Masih ingatkah bagaimana kau melanggar syariat Allah dengan sadar? Masih ingatkah kegalauan ketika kau bermaksiat sementara di tengah-tengahmu suara adzan berkumandang, anak-anak bersholawat pada Rasulnya? Masih ingatkah ketika kau menghambur-hamburkan uang dengan menonton, makan berlebihan, shopping yang jelas sekdar keinginan bukan kebutuhan sementara di samping kita begitu banyak anak-anak, orangtua peminta-minta yang kita abaikan saja? Ya Allah…………bagaimana kami mampu menghapus dosa-dosa kami ini?

Wahai diri….masih ingatkah engkau dengan masa kecilmu? Ketika engkau belum mampu berjalan, ayahmu dengan tenang dan sabar menatihmu hingga lengan mereka lelah namun mereka abaikan. Masih ingatkah bagaimana ibumu sedikit membelanjakan uangnya demi membayar uang sekolah kita? Dan apa balsanmu? Kau mengingkari janjimu dengan berbuat dosa setiap saatnya kini?

Masih ingatkah dengan peluh dan keringat ayahmu ketika pulang dari mencari nafkah? Masih ingatkah engkau dengan tangisan Ibu di tengah sepertiga malamnya sementara kita nyenyak tertidur? Sadarkah engkau wahai diri dengan pengorbanan jiwa, raga, fisik, do’a kedua orangtuamu? Apa yang mampu kau balas untuk mereka? Hal baik apa yang mampu engkau berikan sebelum wafatnya? Apa…? Apa…wahai diri?
Hanya segudang maksiat yang bisa kau pamerkan? Kau perbudak dirimu dengan kesenangan duniawi yang tak berujung….

Wahai diri..bagaimana kau akan merasakan nikmatnya iman sementara engkau masih bersenang-senang dengan kebathilan. Bagaimana kau akan merasa bahagia sementara kau diam saja melihat kemiskinan…
Ya Robb….mengapa pintu hati kami tertutup? Ya Robbi…masihkah kami bisa kembali kepadaMu??

Ya Allah…apa yang bisa kami bawa sepulang kami dari dunia ini? Malu kami rasanya.. bagaimana kami mampu melihat aib-aib kami dipertontonkan di hari perhitungan? Bagimana kami mampu memikul derita kami nanti di surga? Masih bisakah Engkau memaafkan kami hingga kami bersih sebersih-bersihnya? Ya Allah….ampunilah kami. Ampunilah…..

Ya Robbi..ini benar-benar jeritan hati kami. Jeritan hati seorang pendosa yang ingin bertaubat. Jeritan hati hamba yang lalai. Masih bisakah Engkau menuntun kami untuk ke jalan yang benar. Kami tidak ingin pulang kepadaMu dengan tangan kosong. Atau bahkan dengan tangan yang menggenggam lumpur dosa? Kami hanya ingin menghadapMu dengan wajah penuh rona cahay. Ingin kami hanya berkumpul dengan orang-orang sholih. Tak ingin kami mencicipi hawa neraka ya Allah…..sungguh ya Allah…

Ya Allah…kami mohon jaga kami. Tetapkan kami di jalanMu. Matikan kami dalam keadaan Khusnul Khotimah. Jadikan kami sebaik-baik umat di zaman kami, umat yang memberi manfaat. Umat yang senantiasa bertaubat, bukan ketika kami melakukan maksiat tapi juga dalam keadaan taat. Ya Robbi..terimalah permohonan kami….

 "Ya Tuhan, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari siksa neraka." (QS. Al-Baqarah: 201).

#catatan menuju kematian
muhasabah diri.
  

Mengkaji --> Mengamalkan --> Menyebarkan


Subhanallah..hari ini Elang benar-benar terkondisikan. Kuncinya adalah pemahaman, ajak anak ngobrol, biarkan mereka menguarkan pendapat maka akan muncul kesepakatan. Anak tidak akan merasa didekte, di-judge bahkan. Tapi mereka akan merasa kita sebagai kawan. Sebagai orang yang lebih tua tidak harus juga gila hormat agar setiap anak menghormati kita dengan cara menuruti semua perintah kita. Tanpa adanya komunikasi dua  arah, kemudian kita mampu memperlakukan anak dengan semau kita. Jelas hal ini tidak boleh dilakukan.

Seorang anak dibaratkan selembar putih kosong yang masih bersih. Apa yang  kita berikan, itulah yang akan mereka serap dan dituliskan di sana. Ada benarnya, namun perlu ditimbang lagi.  Bahwa anak lebih cerdas dari apa yang kita pikirkan. Bia jadi mereka akan menterjemahkan, menafsirkan kemudian meniru dan mengaplikasikan dengan pikiran mereka sendiri. Untuk itu, kita seyogyanya mengajak mereka berdiskusi tentang segala hal yang berkaitan dengan dirinya. Peraturan-peraturan yang dijalankan, larangan dan yang terpenting tentang tauhid, aqidah juga akhlak. Jangan sampai anak mencari ilmu dan perlindungan dari pihak luar yang tidak mengenal dan mengerti mereka. Baik orangtua ataupun guru di sekolah, adalah tugasnya untuk memberikan pemahaman yang benar. Bila seorang pedagang salah memberi harga pada penjual mungkin masih tidak berakibat fatal. Namun apabila kita salah memberikan ilmu, itu akan berbahaya bagi sang anak. Sang anak akan mengaplikasikan dalam hidupnya, bisa lebih lanjut lagi dia menyebarkan ilmunya hingga berkembang lebih luas lagi.

Karenanya, kita yang selalu bercita-cita sebagai pendidik hendaklah juga mengkaji ilmu  demi seimbangnya apa yang kita berikan dan apa yang kita terima. Bisa dibayangkan bila jiwa kita kering, apa yang hendak kita berikan kepada anak-anak? Namun bila teko jiwa kita terisi penuh, Insya Allah apa yang kita miliki juga akan tertular kepada mereka yang kita beri. 

Mari bersemangat untuk terus mengkaji ilmu. Amalkan yang benar, jauhi yang salah.Dan tidak berhenti di situ, apa yang kita dapatkan berusahalah untuk disebarkan agar lebih bermakna. Ajaklah orang beramai-ramai ke jalan kebaikan. Bila tangan kita belum mampu menggerakkan, minimal do'a-do'a kita tak berhenti hanya untuk diri kita. :)
Semoga Allah memudahkan….

jauh

Selama ini tulisanku masih jauh dari dasar-dasar yang kuat seperti dalil dari Al Qur'an juga Al Hadits. Ibarat jauh panggang dari Api...
Jadi ga nyambung....hiks...
Semoga tidak, :)
Semoga kelak akan semakin baik. Mari mengkaji Al Qur'an. Mari bumikan Sunnah Rasulullah.... ^^
Semangat!!!!

Tauladan ---->> Sarana Pengajaran terbaik


Mengajarkan ilmu dan akhlak yang paling tepat  adalah dengan cara meneladani. Ungkapan ini aku dengar dari Pak Ferous pertama kali, konsultan dari SoU. Sering mungkin kita dengar namun dalam aplikasinya sulit sekali. Banyak orang yang cenderung, “ NATO (No Action Talk Only). Mengajarkan dalam hal ini kepada semua orang. Terlebih kepada anak-anak yang belum mampu mencerna banyak perkataan dari orangtua. Cara terbaik adalah bukan ngomel sana-sini apalagi sampe marah-marah dan membentak, tapi cara terbaik adalah meneladani dengan melakukan hal yang real. Bila kita akan menasehati anak-anak dengan omongan yang panjang lebar, yang mereka tangkap adalah… “ibu ini cerewet, ibu ini galak….dst” dan itulah kenapa menurut saya hampir semua anak mengenal dan hafal guru yang sering mengomel pada mereka. Bukan isinya yang diingat melainkan gaya mengomelnya. Hmm….bahaya.

Lain halnya bila kita memberi tauladan. Bila kita ingin menyampaikan kepada anak-anak, “buanglah sampah pada tempatnya karena jika membuang sampah sembarangan akan menyebabkan banjir” bukan lantas kita menceritakan setiap hari tentang bahaya banjir namun akan lebih baik dibarengi dengan tindakan. Real action!. Apabila ada sampah, tak perlu kita menyuruh mereka namun awalilah dari kita yang memungutnya. Lama kelamaan anak akan tersadar bahwa sampah yang tercecer sembarangan sebaiknya diletakkan di tempat yang benar yaitu tempat sampah. Tidak perlu mengajarkan arti pentingnya bersalaman, namun bila bertemu dengan mereka ulurkanlah tangan kita dan ucapkanlah salam sambil tersenyum. Inilah pengajaran terbaik, pengajaran melalui teladan yang baik. Bukankah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan terbaik akhlaknya? Beliau tidak banyak bicara namun melakukan dengan aksi nyata.

Bagi para pendidik, inilah saatnya untuk mengubah paradigma transfer ilmu. Transfer ilmu terbaik bukan sekedar memberikan knowledge, tetapi lebih dari itu setiap anak butuh kenyamanan dan sosok yang mampu mereka contoh. Bagaimana mereka akan cerdas tanpa dibekali dengan akhlak yang baik?

Inilah tugas berat seorang guru, pejuang yang sejatinya sama dengan jihad di jalan Allah. Dengan catatan bila ilmu yang diperjuangkan adalah ilmu yang senantiasa mengkorelasikan hakikat pengetahuan dengan Maha Kebesaran Allah. J

Wallahu a’lam bisshowaab.

Transfer ilmu terbaik adalah dengan memberi tauladan. (nafasyira)

Badai pembangkit! (pasti)


Dakwah indonesia sedang berkabung. Itu hanya statementku saja. Mungkin tidak bagi lainnya. Beberapa hari yang lalu, sebuah partai Dakwah Indonesia yang menurutku sejatinya wadah dakwah bagi kaum muslimin sedang didera badai. Badai yang menurut persepsiku dibuat sedemikian rupa sehingga terkesan benar kesalahannya, meskipun janggal dalam penerimaanya.

Entah bagaimana keadaan di luar sana, setau saya gonjang-ganjing partai berlabel “Islam dan dakwah” ini akan mengalami popularitas yang menurun drastis. Lebih parah lagi yang mereka katakan secara implisit bahwa partai yang bilang “peduli dan bersih” saja masih bisa korupsi, bagaimana dengan yang lain? Nyata banget yaa…mengakui kebobrokan mereka. Dahsayat!

Itu kata mereka, mereka manusia liberal dan tidak pernah mementingkan agama Allah dalam hidupnya. Juga mereka yang hanya peduli dengan perut dan kantong mereka. Mereka yang hanya memikirkan prestise dalam hidup, mereka yang menjadikan partai dan apapun itu sebagai ladang uang dan sumber pendapatan. Mereka yang….hanya mampu berkata tanpa berbuat. Mereka yang hanya mampu berbuat untuk kerusakan bumi Indonesia, tanah Islam tanpa menanam kebaikan. Afwan…jadi sekasar ini bicara saya.

Tapi saya benar-benar sedih, muak, kesal dan ingin menumpahkan segala rasa ketika dakwah ini dibawa-bawa dalam kasus hukum sang bapak presiden dakwah kami. Bahkan sebenarnya saya pun merasa ini fitnah bear seperti para kader dakwah lainnya menanggapi kasus konspirasi di atas. Entahlah, saya memang tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Namun saya masih punya kebebasan untuk berpendapat, entah manis ataupun pahit. Ketika diluar sana perkataan orang sudah tidak mampu diukur dengan parameter kebaikan, maka setidaknya di sini saya dan kita semua pembela keadilan masih ingin berkontribusi untuk menegakkan keadilan yang seadil-adilnya. Kalau dibilang karena saya kader, yap…saya akan bilang iya. Saya mengakui saya kader. Saya simpatisan dan ingin mengabdi. Untuk partai ini? Saya ingin mengabdi di partia ini karena partai ini akan menjadikan saya meniti jalan dakwah di jalan Allah. Karena partai ini berlandaskan Al Qur’an dan As sunnah. Lebih dari itu, tidak.
Bukankah hidup ini untuk menjalankan perintah Allah?
Untuk menjalankan sunnah Rasulullah?
Untuk berjihad memperjuangkan agama Allah?
 Lalu apa lagi? Adakah pilihan lain untuk tidka memilihnya.

Saya meyakini dan percaya kepada Umaro’ di partai dakwah ini semoga partai ini tetap dalam keistiqomahannya menegakkan agama Allah. Perihal kasus yang meinmpa salah satu kader, itu hanya sebuah badai yang ingin merobohkan rumah yang telah dibangun. Dengan pondasi agama Allah yang kuat, Insya Allah deraan ini akan berlalu begitu saja. Dan saya yakin Allah akan membantunya. Aamiin ya Robb.

Ya Allah….hanya Engkau yang Maha tahu segala hal yang sebenar-benarnya. Bukakanlah pintu keadilanMu untuk menunjukkan mana yang haq dan mana yang batil. Berilah keteguhan pada kami semua yang menerima fitnah. Kuatkanlah tali pengikat kami agar tidak tercerai berai dan semakin menguatkan satu sama lain. Istiqomahkanlah kami di jalan dakwah ini. Allah…kepada siapa lagi kami berdo’a jika tidak kepada Engkau. Bukankah Engkau yang Maha Mengabulkan. Kabulkanlah ya Robb.

Ini hanyalah sebuah badai yang InsyaAllah justru akan membangkitkan macan tidur dakwah kami. Dakwah yang dari hati kami persembahkan hanya kepada Allah.....

Hikmah Jelang Siang #1


Ini 5 februari 2013

Cepat sekali waktu berputar ya… J. Sebntar lagi tanggal 14, memang kenapa? Hehe…..saya milad tanggal itu sobat. Penting ya???hohoo…tidak juga. Pengingat diri saja. Ada dua filosofi ketika milad. Bertambahnya usia yakni bertambah angka dalam hitungan sejak lahir. Usia yang akangkanya semakin besar menandakan fisik kita yang semakin tua. Namun lebih tepatnya seharusnya jiwa juga semakin dewasa. Seperti banyak orang bilang. Tua itu pasti, namun dewasa adalah pilihan. Lalu mau pilih yang mana? Itu pilihan karena butuh kedewasanmu untuk memilihnya.

Filosofi yang kedua adalah semakin dekatnya pertemuan kita kepada Sang Robb Tuhan semesta alam. Usiamu semakin berkurang sobat….bila jatahmu hanya 40 tahun di dunia, dengan usiamu yang menginjak 24 maka jatahmu tinggal di dunia tinggal 16 tahun. Inilah waktu yang harus dimanfaatkan dengan baik. Karena waktu 1 detikpun tidak akan pernah berulang. Waktu yang tidak boleh disia-siakan karena bila kita tak mampu memanfaatkannya, kita akan merugi,. Dunia maupun akhirat. Jauhkan kami ya Robb….

Sebuah filosofi, perenungan, muhasabah dan hikmah di jelang siang ini semoga mampu kumaknai lebih bijak terutama menjelang miladku. Barokallah ya nafta… 
^___^

by : nafasyira