Sabtu, 26 Mei 2012

Pak Slamet

Memoryku menerawang jauh, ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Hmm....semoga ingatanku masih tajam, setajam ilmu yang diberikan oleh orang yang akan kuceritakan di tulisan ini.
Pak Slamet, aku lupa nama lengkapnya. Namun seingatku namanya memang hanya Slamet. Dia adalah seorang guru di sekolahku. Tinggi besar, berkumis, hmm....laki-laki sekali. Menurutku ia orang yang cerdas, terlihat kecerdasannya ketika mengajar. Apa kelebihan bapak satu ini?

Mungkin aku terlalu subjektif menceritakannya, karena aku termasuk salah satu murid yang dekat dengannya. Tapi InsyaAllah...aku akan berusaha untuk objektif.
Pak Slamet, guru matematika  dan IPA di kelas. Aku perhatikan beliau tak pernah berganti kelas sejak aku duduk di kelas satu. Sejujurnya, aku adalah orang pemerhati. Aku gampang mengenali orang dan selalu berusaha untuk mengenali siapapun. Menurutku begitu. Kembali kepada Pak Slamet, beliau adalah orang yang sederhana. Tidak pernah menonjolkan kelebihannya kecuali memang bila kita mampu menyelaminya. Beliau tak sekedar mengajarkan kami tentang mengapa 1+1=2, bukan sekedar mengenalkan kepada kami bahwa bumi itu bulat. Lebih dari itu, beliau selalu menyisipkan beribu kata bijak dan berjuta petuah tentang kehidupan ini. Aku ingat sekali ketika itu temanku pernah ditegurnya, "untuk apa kita mempunyai pen bagus namun apa yang kita tulis tak seindah pen nya". Ketika itu ada temanku membawa pen yang bagus, kelap-kelip ada lampunya dan baunya wangi. Sungguh langka saat itu. Aku pun yakin pasti mahal. Dan aku rasa dalam pandangan Pak Slamet, nilai pen itu tak sebanding dengan prestasi yang ditorehkan oleh si pemiliknya. Mungkin dalam teguran itu, tapi itulah hakikatnya mengajar dan mendidik. Etika dan akhlak tak bisa terpisahkan dengan kecerdasan intelektual seseorang.

Dulu aku merasa Pak Slamet menjadi salah satu motivasiku berangkat ke sekolah. Entah mengapa, melihatnya saja sudah adem rasanya. Obrolan beliau selalu penuh makna. Beliau jugalah orang yang turut mengantarku hingga masuk ke sekolah yang aku impikan. Dan mungkin...beliau jualah yang menjadi perantara hingga aku sampai di sini.
Namun, sayang beribu sayang...beliau penganut agama Hindu. Aku pernah menangis karenanya. Menangis karena tak mungkin aku bersua dengannya di surga kelak kecuali Allah memberikan hidayah pada beliau. Ya Allah...ya Robb, Maha segala kesempurnaan...berilah hidayah pada beliau. Begitu banyak kebajikan yang beliau tanam. Tak pantaslah bila ia menuai hal yang tak serupa.

Pak Slamet, kabar terakhir yang kudapat, beliau kini selalu mengendarai sepeda ke sekolah. Beliau juga terlihat kurus dan tua. Entah apa sebabnya.Semoga itu langkahnya untuk hidup sehat dan tetap pada kesederhanannya. Lebih dari itu, aku hanya ingin beliau masuk Islam, menjadi Muslim. Kabulkan ya Allah...
~semoga~

Bumi mentari
Sabtu, 26 Mei 2012

Cahaya dalam harap dan cemas

Pak Li

Pak Li, ya begitulah panggilannya. Menurut teman-temanku, nama lengkapnya Liyanto. Aku tidak tahu pastinya, yang pasti kami semua mengenalnya dengan "Pak Li", Just Pak Li. Rasanya tidak ada yang tidak mengenalnya di Gedung G FKIP Kampus Universitas Lampung dimana aku menempuh gelar sarjanaku. Seandainya ada yang tidak tahu, aku akan mengatakan bahwa ia adalah salah satu orang yang tidak care di seluruh jagad raya ini.

Pak Li, beliau merupakan sosok yang sangat sederhana. Dilihat dari perawakannya, beliau cukup gendut untuk ukuran laki-laki, tinggi sekitar 170 cm. Beliau terlihat agak bungkuk karena aku rasa beliau begitu zuhud dan rendah hati,beliau selalu memberi hormat, salam dan sapa kepada hampir siapapun yang pernah dikenalnya (atau bahkan siapapun yang dilihatnya). Beliau adalah cahaya di Gedung kami. Tanpanya mungkin aktivitas kami akan banyak terkendala. Beliau yang menurut label kebanyakan orang memberikan sebagai seorang "pesuruh", bagiku lebih dari sekedar pendidik terhebat di Gedung G. Beliaulah yang memberikan kami pengajaran tentang arti hidup sebenarnya dengan caranya yang sangat biasa, tanpa rekayasa, dan amat sederhana.

Setiap pagi ketika aku datang, jam berapapun aku datang, beliau sudah berada di kampusku. Dan sore, jam berapapun aku pulang, beliau juga masih berada di Gedung itu. Lalu, beliau datang dan pulang jam berapa? Menginapkah? Jelas tidak. Tapi begitulah beliau, dengan rasa tanggungjawabnya yang besar, beliau terbiasa disiplin. Beliau tak pernah mengeluh meskipun pekerjaannya tiada henti. Jarang sekali aku melihatnya duduk diam. Jalannya yang cekatan dan penuh semangat mencerminkan beliau adalah pekerja keras. Wajahnya yang selalu tersenyum dan tak pernah galau mencerminkan keihlasannya dalam bekerja. Pembawaanya yang kalem dan tak pernah mengeluh menunjukkan ia adalah orang yang sangat bersahaja. Tak ada dosen yang tak menyuruhnya. Tak ada mahasiswa yang tak pernah meminta bantuannya. Semua selalu memanggil dan menelpon Pak Li bila akan kuliah, seminar/sidang, perlu peralatan untuk kegiatan dan agenda kampus, bahkan bila perlu juga untuk melobi dosen. Pak Li, tapi tak pernah mengeluh. Bahkan senyum yang slalu terkembang di bibirnya. Sungguh berkah hidumu, Pak Li...

Bahkan ketika aku akan memulai komprehensip, beliau pun sempat mendo'akan agar mendapatkan hasil yang terbaik. InsyaAllah...keberhasilanku salahsatunya adalah dari do'a beliau. Dan bisa jadi untuk semua mahasiswa di FKIP Gedung G.

Pak Li, tetap akan terkenang sepanjang masa. Alhamdulillah...seingatku aku sempat menuliskan namanya di dalam lembar ucapan terimakasihku di Skripsiku. Sosok tak tergantikan dalam kesederhanaan, disiplin, tanggung jawab, zuhud, ramah, bersahaja, pekerja keras dan masih banyak lagi kata untuk beliau. Semoga Allah selalu menjagamu dalam kebaikan, Pak Li. Menjagamu di dunia dari fitnah dan tipu daya kemaksiatan. Menjagamu hingga ajal menjelang, menjagamu di alam kubur hingga pertemuanmu dengan Allah, 'azza wa jalla. Terimakasih kuucapkan atas kebaikan dan keikhlasanmu.

Hikmah manusia

Hmmm....manusia, istilah yang biasa digunakan. Tempat di mana salah dan khilaf. Benarkah? Ada kalanya ia futur dan ada kalanya ia sedang memuji Tuhannya dengan sangat khusu'.
Tapi itulah manusia, banyak hal unik dan istimewa dari tiap pribadi. Tak ada pribadi yang sama, so....tak perlu membandingkan karena Allah menciptakan perbedaan agar dunia ini terlihat semakin berwarna... :)
Seindah warna-warni pelangi yang terbentang di Langit sana....

Kini....aku akan mulai menulis tentang seseorang, tentang hikmah dari pribadi yang mampu menjadi tauladan. Setiap orang punya? Tentu...setiap seseorang pasti mempunyai hikmah.