Kamis, 18 Januari 2018

Main masak-masakan

Setelah anak-anak saat liburan dan pasca liburan beberapa waktu senpat terpapar gadget, saya ingin membalikkan keadaan.
Sedih banget melihat mereka asyik dengan tv atau hp maupun laptop.
Akhirnya saya mengeluarkan semua mainan mereka, termasuk alat mainan masak-masakan.

Ohhh...cowok main masak-masakan?
Why not?
Gapapa...justru dia bisa jadi pribadi yang cerdas dan terampil dan teliti. Karena memasak itu butuh proses. Seperti contoh percakapan kami
"Kak...bunda mau dibuatin bakso ya?"
"Iya bunda. Pakai cabe?"
"Iya.."
"Pakai kecap, bunda?"
"Iya.."
"Pakai mie?"
"Gak..bunda gà pake mie."
"Pake sayur?"
"Iya..boleh"

Agak geli juga ditanya begini sama anak lanang.
Kemudian dia mulai memotong-motong playdough sebagai sayuran atau baksonya.

Di sampingnya, adek gak kalah seru. Dia mulai mencoba memasak dan dia makan sendiri.
"Mam...mamam...mamam..."

Bunda tanya ke adek
"Adek masak apa?"
"Ikan"
"Enak ga?"
"Enak"

Kemudian dia ambil gelas dan bilang minum. Dia ambil panci, mulai oseng-oseng pakai garpu di atasnya.
Seruuu? Iya dong
Berantakan? Pasti..😅

Saya di sini mencoba untuk banyak mengajak anak bercakap-cakap.
Seperti, "kak..masak sayur bayem ya?"
Dan beberapa kosakata lain.
Mengenalkan anak tentang macam-macam jenis makanan yang bisa disantap juga mengenalkan proses memasak. Ada yang dibakar, digoreng, ataupun direbus.

Saya mencoba memancing anak untuk merespon apa yang saya sampaikan.
Seperti kakak yang kemudian bertanya tentang jenis sayur yang lain.
Dan adek berlatih untuk terampil memotong-motong mainan playdoughnya.

Dengan kegiatan ini, yang sangat beraroma permainan, kita bisa memunculkan beberapa aspek kecerdasan anak.
Di mana anak bajar banyak kosakata, baru ataupun lama, mengingt nama-nama sayur, lauk, mengidentifikasi makanan yang bisa dipotong, berpikir tentang bumbu atau bahan makanan yang perlu diracik, seperti membuat bakso dan lain sebagainya.

Di sisi lain, sebagai 2 kakak beradik, pasti akan selalu terjadi konflik kecil seperti berebut mainan. Nah di sini saya mulai berperan bagaimana anak-anak bisa mencoba berdamai dengan cara yang baik.
Pun saya mencoba mengamati dan memahami bahwa tidak selalu adek yang salah atau kakak yang salah.
Adakalanya kedua anak ini salah di waktu tertentu. Menejemen emosi ibu dan anak harus dijaga dan dilatih agar hubungan kakak adik ini tetap baik.

#tantanganharike8
#kamibisa
#gamelevel3
#kelasbunsayiip3

Mengasah Kecerdasan Emosi (lagi)

Saya kembali melihat-lihat tentang proyek-proyek saya selama 10 hari di kelas bunsay ini.
Mengajarkan karakter baik itu menurut saya yang paling sulit. Maka saya banyak menekankan pada hal ini di game level 3 ini.

Saya sadar 4 tahun ke belakang, cara mendidik saya benar-benar jauh dari kesempurnaan. Apalagi teori parenting yang woooowww itu.
Kakak, sebagai anak laki-laki pertama, cenderung agak tempramen, dan belum mampu mengolah emosinya.
Ini peer...peer besar buat saya.
Bukan hanya gaya parenting saya dan suami yang salah, media-media yang kami berikan ketika si kakak kecil pun jauh dari kebaikan untuk tingkat perkembangan psikologinya.

Hmm...swkarang siap mengulang dari awal kan?
Sebagai contoh, perilaku ini.
Kami sedang belajar bersama, saya, adik dan kakak.
Di ujung kegiatan, si kakak dengan asyik menghambur-hamburkan pensil, crayon dan isi seluruh kotak pensil.
Saya biarkan saja..saya minta dia membereskan..tapi ga mau. Yasudah..tetap saya biarkan.
Selang beberapa waktu, sendal dan sepatu yang saya jemur di tangga dihamburkan lagi oleh kakak sampai berantakan.
Sekali lagi saya biarkan, saya hanya minta dia membereskan. Dan dia ga mau..
Lalu?

Lama berselang...ada sekitar 30 menit sudah menjelang sore. Saatnya makan.
Saya sampaikan kepada anak-anak bahwa kami akan makan.
Saya tawarkan ke adik, dia mau.
Saya tawarkan ke kaka, dia juga lapar.
Tapi bersyarat donk ya. Kakak boleh makan kalau dia sudah membereskan pensil dan sendal yang berserakan.
Waaaaah...mulai muncul berbagai alasan dan keluhannya. Tapi saya benar-benar tidak membantunya. Rasanya sih risih banget..ingin segera saya rapikan. Tapi tidak!
Kalau mainannya berantakan, karena dia maen kelelahan kemudian tidur justru akan saya rapikan. Tapi karena ini keaengajaan, maka saya biarkan dia yang merapikan.

Akhirnya maka  siap, adik mulai saya suapi. Si kakak mulai keki, mau makan tapi ga boleh.
Saya sedang berpikir kalau dia ngambek gak mau semuanya bagaimana ya?
Saya kemudian menasehatinya, memberi pengertia  bahwa buang-buang benda sembarangan itu gak baik. Kakak harus tanggung jawab. Ya...poinnya adalah, dia harus tanggung jawab. Bukan sekedar melatih kemandirian, tapi saya ingin lihat respon dia. Saya ingin melihat sisi cerdasnya dalam memutuskan masalah.

Yeaaaaaay...dia mau membereskan semuanya.
Saya senyum. Saya hampiri kakak, mau saya peluk dan cium.
Ah..dasar laki-laki apa ya, dia tidak mau..

#tantanganharike7
#gamelevel3
#kamibisa
#kelasbunsayiip3