Bunda,
langitku sedang bahagia
Bila
mampu kau lihat, ia sedang berbagi lewat tetesan-tetesan hujannya yang
menyejukkan hatiku
Mengingatmu
di kala hujan, membawa kedamaian dan kehangatan…
Sehangat
pelukan mesramu
Bunda,
hatiku sedang terbaring lemah
Berjarak
raga dengan engkau nun jauh di sana
Aku
butuh dekapanmu kini….
Sambil
mendengarkan senandung lagu yang kau bisikkan di telingaku…
Meninabobokkan
tidur lelapku
Menyemai
mimpi-mimpi dalam bayang nyatamu
Bunda,
aku rindu dengan aroma teh tubruk pagi itu
Kau
sajikan panas-panas bersama sepiring singkong rebus dari kebun belakang rumah
Bersama
kicauan burung gereja, kita bercanda
Mengeja
gurauan fajar yang baru menyingsing di ufuk timur
Bunda,
ingatkah 20 september waktu lalu?
Ketika
aku malu-malu membawakan sebuah bingkisan kecil untukmu
Hatiku
berdegup kencang
Tak
biasanya aku menghadapmu dengan wajah yang kaku
Dan
aku makin tersipu
Ketika
Bunda mengatakan, “Kado buat Bunda?”
Bunda,
24 tahun aku mengenal dunia
Menjejaki
tiap lika-liku perjalanan
Ada
suka yang membuat tawa
Tak
jarang nestapa membuat derita
Namun
Bunda, taukah engkau?
Perjalanan
ini terasa masih menyenangkan
Karena
kau masih saja berdiri di depanku
Memberi
arah yang tak pernah salah
Kau
masih saja di sampingku
Mengawal
dari bisikan-bisikan yang menjerumuskan
Kau
tetap di belakangku
Menguatkan
dari rasa lelah dan kalah…..
Bunda,
jelas masih terasa …
Do’amu
yang selalu tulus teriring
Berbalut
nada-nada penuh cinta
Mampu
menjagaku kini…
Dalam
perjalanan hidupku di tanah perantauan…
Untukmu
Bunda…
Senandung
cinta dari ananda.
Gubuk Mentari
8 Desember 2012