Setiap
jiwa pasti selalu mempunyai harapan, kepada yang dicita juga yang dicinta. Meski
yang dicinta tak meski harus bersama. Entah, sore ini mataku menerawang jauh. Berbalik
arah memutar waktu. Aku berada kembali pada satu titik, waktu dulu. Ketika aku
masih tak mampu mengurai makna seindah keagungan Robbku. Cinta adalah fatamorgana, ia tak nyata namun
mampu dirasa. Aku bahkan tak tahu bentuknya seperti apa. Namun aku tahu
bagaimana orang mencinta dan biasa saja.
Tapi,
apakah hidup hanya untuk cinta dan karena cinta? Bahkan bait-bait cinta pun kau
sendiiri belum mampu memahaminya. Bagaimana kau bilang tak bisa melepasnya
sedangkan diri pun belum terikat keabsahannya. Duhai engkau, diri yang dimabuk
cinta…tak pantas Tuhanmu kau duakan di atas cinta yang tak jelas ujungnya. Akankah
kau korbankan diri dengan pengharapan cinta yang kian lama kian pudar ditelan
pesona waktu?
Cinta
memang ada bagi jiwa-jiwa yang mengabdikan separuh hatinya pada dunia rasa. Kepekaan
hati yang semakin menipis karena Tuhan menjadi pelampiasannya ketika cinta tak
datang seperti yang diminta. Entah cinta atau sekedar gejolak jiwa yang
terlampiaskan tak tau arah ketika kau menangis karena cinta yang semakin
menjauh dan tiada harapan akan kembalinya.
Cinta…ia
kan akan datang padamu di saat Allah telah percaya bahwa kau mampu menjaga
CintaNya. Tak menduakan, tak menafikan, tak juga mengindahkan.
Biarkan
kau reguk cinta pada saat yang sudah digariskan. Karena cinta hakiki tak
mungkin pernah berubah karena semua sudah dituliskan sejak kau di dalam
kandungan sang bunda.
Jangan
pernah mengabadikan cinta dalam selarik bait duka cinta. Jangan juga kau simpan
derainya dalam tiap tetesan air mata yang sia-sia…
Berhentilah
memuji cinta semu dalam ruang rindumu.