Kamis, 27 September 2018

Fitrah seksualitas kelompok 7


 Selanjutnya, kita bahas peran ayah & bunda sesuai dengan fitrahnya masing-masing, dalam mendidik dan menumbuhkan fitrah anak. Berikut adalah pembagian peran antara ayah & bunda.

 Kami akan membahas peran ayah lebih dalam. Dari sini akan tergambar betapa pentingnya peran seorang ayah dalam membentuk fitrah seorang anak.

Dalam Islam, pendidik utama adalah ayah, sedangkan pelaksana harian pendidikan adalah bunda. Ayah fungsinya tarbiyah (mendidik), bunda fungsinya hadhanah (mengandung, merawat).

Hampir seluruh tokoh pendidikan anak dalam Al-Qur'an adalah ayah. Luqmanul Hakim, Ibrahim AS, Imran, Zakaria, Ya'qub. 
Ada 17 ayat dalam Al-Qur'an tentang pendidikan anak, 14 dilakoni oleh Ayah, 2 oleh bunda, 1 oleh keduanya. Ini menunjukkan peran ayah sebagai penanggung jawab, pendidik utama. Ibarat sekolah, gurunya ibu, kepala sekolahnya ayah. Tanggung jawab tidak dapat didelegasikan. 

Selanjutnya, kita ingat hadits ini
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”

Di hadits itu, kata yang digunakan "fa abawaahu", yang arti harfiahnya adalah "ayah" (maka ayahnyalah yang menjadikannya...). Jadi yang kelak akan mempertanggungjawabkan pendidikan anak di akhirat adalah ayah.

Ayah adalah manusia yang akan merumuskan visi & misi dalam pendidikan rumah tangganya. 
Hal ini dicontohkan oleh Luqman Al-Hakim.

Dalam Qur'an, visi misi pendidikan ini disebut dengan kata mau'izhah, yaitu pendidikan dengan perencanaan, metodologi, teknik, pendekatan, strategi, masterplan, target. Maka ayahlah yang akan merumuskan posisi anak kita, perannya dalam peradaban. Hal ini juga bermakna regenerasi/kaderisasi. Seperti apa kita akan mempersiapkan generasi selanjutnya setelah kita.
Pendidikan yang tidak didesain, akan menghasilkan regenerasi yang gagal. 
Contoh yang bisa kita temui adalah anak-anak yang tidak sesuai dengan orangtuanya (dalam arti negatif).

[Maaf ada typo di slide, harusnya: EGO & KEAKUAN, bukan kekakuan]
Sang ego dan individualitas. Inilah fitrah ayah yang membedakannya dengan bunda. Kalau bunda lebih banyak memiliki & menumbuhkan sisi sosial (seperti: bersama-sama, akur, sinergis), ayah menumbuhkan keakuan dan individualitas.

Ego tidak sama dengan egoisme. Ego yang kuat akan mampu membuat seseorang kuat mempertahankan prinsipnya. Berani berbeda (karena teguh pada prinsip), berani berkata tidak. 
Untuk beriman, seseorang harus berani berkata tidak. Karena kalimat syahadat kita diawali dengan kata tidak.

Kemampuan berpikir dibagun oleh ayah, berdzikir oleh bunda. 
Bunda mendidik hati, ayah mendidik akal. Mengajarkan sistem berpikir.

Bukan sekedar kemampuan mencari informasi/ilmu, tapi kemampuan berpikir, mensintesa.
Kemampuan berpikir seorang anak yang dididik oleh ayah dapat menghasilkan ilmu yang bermanfaat. 
Allah memerintahkan membaca (iqra). Tapi di akhirat Allah akan bertanya, apakah engkau tidak berpikir, mempergunakan akal? Afala ta'qilun, afala tatafakkarun.. 
Otak manusia punya 4 tingkatan fungsi: gudang informasi, perpustakaan (informasi tertata), laboratorium (informasi diletakkan pada orbitnya sehingga berguna untuk berpikir), production house (melahirkan kreasi & inovasi).
Manusia lebih layak menjadi khalifah dibanding malaikat, karena memiliki potensi akal yang bisa mensintesis ilmu. Malaikat hanya bisa menyimpan ilmu dengan rapi. 
Ketidakhadiran ayah membuat otak anak hanya bisa menjadi perpustakaan, tidak menjadi lab/production house.

Ayah yang mengajarkan nilai-nilai profesionalisme. Ayah yang mendidik ketepatan waktu, komitmen, ketegasan, istiqomah. Sesuai dengan fitrahnya. 
Bunda lebih berperan dalam sisi pengabdian, dedikasi.

Ketiadaan peran ini membuat anak perempuan mudah dibohongi, ditipu. Karena perempuan dididik dengan penuh rasa baik sangka oleh ibunya, dan punya hati yang lebih lembut.

Ayah memberikan nilai-nilai maskulinitas. Bukan hanya anak laki-laki yang perlu nilai-nilai maskulinitas. 
Perempuan yang baik punya 75% femininitas, 25% maskulinitas. Begitu juga sebaliknya, laki-laki yang baik punya 75% maskulinitas, 25% femininitas.
Keseimbangan inilah yang membuat keduanya punya ketertarikan.

Analoginya sama seperti di perusahaan. Banyak orang di perusahaan yang lebih cerdas, namun perusahaan butuh orang yang lebih fresh untuk mengatasi berbagai permasalahan. 
Bunda sudah terlalu letih dengan rutinitas harian. Maka bunda butuh orang yang lebih fresh, dengan wawasan yang luas, yang bisa memberi rekomendasi, saran, solusi, bahkan take over hal-hal yang bunda tak sanggup. Bukan karena bunda kurang cerdas, tapi karena keletihan membuatnya tak mampu berpikir lebih luas.

Fitrah laki-laki adalah tega, begitu juga dalam memberi pendidikan anak-anaknya. Anak memiliki hak untuk ditempa, menjadi matang, mandiri, menjadi tangguh, berdaya juang. Agar mampu bertahan di tengah kehidupan yang keras. 
Pendidikan perlu menjadi kawah candradimuka.
Bunda bertugas mengobati akibat ketegaan ayahnya. Memeluk, memberi semangat & motivasi.
Sesuai dengan yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, usia 0-7 tahun jadikan ia raja (penuhi hak-hak anak). Usia 7-12 tahun jadikan ia tawanan (beri anak tanggung jawab).


Salah satu jurnal penelitian University of Guelph menyebutkan ada banyak efek positif saat seorang ayah terlibat dalam pendidikan anak-anaknya. 
Secara keseluruhan, anak yang dibesarkan dengan mendapat peran ayahnya memiliki perkembangan yang lebih baik dalam berbagai aspek seperti fisik, sosial, emosional, kognitif, dan memiliki lebih sedikit hal negatif dalam perkembangannya. Sebaliknya, ketiadaan ayah menyebabkan kekurangan dalam perkembangan di berbagai aspek.

Setelah dijabarkan peran ayah di atas, inilah efek yang akan terjadi akibat ketiadaan peran ayah.
Efek terbesarnya adalah kurang optimalnya fitrah keayahan dan kebundaan seorang anak, sehingga kelak tidak bisa optimal menjalankan perannya. Hal ini akan terus berlanjut jika dibiarkan. 
Maka penting sekali membangun fitrah seorang anak, karena kita punya kewajiban untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah setelah kita seperti yang disebut dalam Al Qur'an.


Diskusi

Sari

Bagaimana ya kalau menyadari bahwa akibat ketiadaan peran ayah itu setelah sang anak dewasa dan menikah. Karena sang ayah dulu kurang dekat dengan anak laki2nya, setelah menjadi ayah diapun kurang dekat dengan anak laki2nya.

Teman teman yang lain bisa ikut berdiskusi yaaa..

➡ ini seperti mengulang Pola yang sama yaa..

➡ lalu ketika sang Ayah menyadari akan Pola ini, kira kira apa dia mau mengulang Pola yang sama

Inner Child masa kecil

Alhamdulillah.. Jika Suami memiliki kesadaran sendiri..

Tapi jika ternyata tidak..

Maka kewajiban sang Istri untuk membersamai Suami 🤗

Inner child ya jadinya,,,,

betul kata bunda @Siti Endang Sari New kita ingatkan dan temani suami melewati itu

ini saya juga begitu, jadi tugas saya selalu mengingatkan suami agar tidak emlakukan yang sama. 
beritahukan bahwa seharusnya dalam membersamai anak peran suami harus ada

Izin menambahkan ya, kalau ayah sudah menyadari:

1. Istighfar, mohon ampun pd Allah, doakan anak agar bs tumbuh fitrahnya
2. Memperbaiki diri. Lebih baik terlambat drpd tidak sm sekali
3. Minta maaf pd anak

Itu pernah disebutkan ust. Aad

sebenarnya inner child ini tidak semua perlu di gali lebih dalam
kalau pun ingin menuntaskan harus dengan pendampingan terapisnya

suami saya begitu,,,, 
tidak yang merasa tidak ada masalah dengan masa kecilnya
tapi buat saya masalah
jadi saya selalu ingatkan 

"papa mau saat kita tua nanti anak2 gak ada yang mau nelpon kita. ngajak kita pergi, atau bahkan sering main ke rumah"

biasanya ke dia ampuh. jd tugas saya jd manager dia, buat jdwal ayah dan anak dll

bisa pkae mantra Ibu Profesional.

ada yang tau?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar